Wednesday, October 12, 2016

Masih Muda, Mari Berprestasi

Buletin Jum’at Dakwah Islam, nomor 51, tahun ke-2, 17 Jumadil Awwal 1437 H/26 Februari 2017 M.
Teriring puji dan syukur kepada Sang Penguasa alam semesta, Allah rabbul ‘alamin. Di tanganNya, hidayah dan kesesatan ditentukan. Pertolongan, perlindungan dan ampunan hanya kita harapkan dariNya. Tidak dari yang lain.
Saya bersaksi sepenuh keyakinan di hati bahwa tidak ada sembahan yang berhak diibadahi dengan benar, kecuali Allah dan tidak ada sekutu bagiNya. Saya bersaksi sepenuh keyakinan di hati bahwa Muhammad bin Abdillah adalah hamba dan utusan Allah. Amma ba’du.


Kaum muslimin yang dimuliakan Allah,
Marilah sejenak mengingat pesan penting dari baginda tercinta, Nabi Muhammad, dalam sabda beliau, “Manfaatkanlah [1] masa mudamu sebelum datang masa tuamu, [2] masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, [3] masa cukupmu sebelum datang masa fakirmu, [4] masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] masa hidupmu sebelum datang masa matimu.”
Mengingat wasiat di atas, pastinya masa-masa muda adalah masa-masa yang panjang dan bergairah. Gelora cita-cita seolah tiada pernah berhenti bergolak. Masing-masing memiliki asa. Bara api semangat seakan tidak mengenal kata ‘padam’. Namun, mau dibawa kemana cita-cita kita? Tentukanlah secara tegas garis lurus yang harus kita tempuh dan telusuri. Mesti setinggi bintang di langit kita menggantungkan cita-cita.
Cita-cita kita harus mulia. Harapan dan permohonan kita kepada yang Maha Kuasa pun harus yang tertinggi. Keinginan kita tidak bersifat sementara dan pendek—tidak hanya sebatas dalam kehidupan dunia. Di sana, nun jauh di sana, ada satu kampung kebahagian nan penuh kelezatan. Kekal abadi selama-lamanya. Di dalamnya terdapat kesempurnaan nikmat yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, bahkan tidak sekalipun terbetik di dalam hati kita. Sebab di kampung tersebut ada berlipat ganda kenikmatan, melebihi kenikmatan yang pernah kita rasakan atau yang pernah kita angan-angankan selama hidup di alam dunia ini.
Di dalam surga, kampung abadi itu penghuninya selalu muda, tidak akan menginjak usia tua, selamanya. Penghuninya selalu sehat. Tidak akan pernah merasakan sakit selamanya. Penghuninya selalu penuh kecukupan. Tidak ada yang kurang selamanya. Penghuninya selalu penuh kesenangan. Tidak ada kesibukan yang melelahkan. Penghuninya dalam kehidupan abadi, karena kematian akan “mati.”
Kaum muda yang penuh semangat,
Tentu selalu saja ada jalan menuju ke sana. Marilah mempersiapkan diri menyambut datangnya masa kebahagian sejak usia muda. Marilah memilih dan menempatkan diri kita pada salah satu golongan yang akan memperoleh naungan dari Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naunganNya. Golongan-golongan tersebut adalah [1] seorang pemimpin yang adil; [2] seorang pemuda yang tumbuh berkembang di dalam beribadah kepada Allah; [3] seorang hamba yang hatinya selalu terikat dengan masjid; [4] dua orang hamba yang saling mencintai karena Allah—berpisah dan bertemu karenaNya; [5] seorang hamba yang digoda oleh wanita cantik dan terpandang, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”; [6] seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas—sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan kanannya; [7] seorang hamba yang mencari tempat sunyi untuk mengingat Allah, lalu kedua matanya mencucurkan air mata.
Sejarah telah terbentang di hadapan kita. Dalam setiap langkah perjuangan dakwah, kaum mudalah yang menempati barisan terdepan. Mereka adalah anak-anak muda yang siap berkorban dan menghadapi segala tantangan dengan dada dan langkah yang gagah. Imam ahli tafsir terkemuka, Ibnu Katsir namanya, berkata,

“Allah menyebutkan bahwa mereka adalah fityahi, kaum muda. Sebab kaum muda lebih mudah untuk menerima al haq dan lebih cepat menerima hidayah dibandingkan kaum tua [kaum yang telah lama hidup dan ternoda kebatilan]. Oleh sebab itu, yang terbanyak menyambut seruan Allah dan rasulNya adalah kaum muda. Adapun golongan tua dari suku Quraisy, mereka tetap berjalan di atas agama nenek-moyangnya dan tidak ada yang masuk Islam dari golongan tua melainkan dalam jumlah yang sedikit.”
Marilah menempa diri dan jiwa kita menjadi anak muda semisal Nabi Ibrahim. Anak muda yang begitu berani dan tegar menyuarakan tauhid dan menentang kesyirikan kaumnya. Tidak ada yang ditakuti. Tidak ada pula yang membuatnya gentar. Bahkan, saat akan dilemparkan ke dalam nyala api membara, ia tetap mengucapkan, “Hasbiyallahu wa ni’mal wakil.”
Ibrahim adalah pemuda yang memiliki ketenangan di dalam pencarian al haq. Begitu tenang saat menghadapi sang raja di dalam kesempatan adu argumentasi, demi mempertahankan akidah dan keyakinan yang haq.
Ibrahim adalah pemuda yang memiliki kesabaran tinggi. Dilandaskan hikmah dan cinta kasih. Ia mengajak ayahanda untuk berserah diri kepada Allah, dengan cara yang dipenuhi kelembutan dan kasih sayang.

Atau, telah siapkah kita menjadi seorang pemuda seperti Ismail, putra terkasih Nabi Ibrahim: seorang pemuda yang tumbuh subur dan kuat di dalam raganya untuk menjadi hamba yang taat dan tunduk kepada perintah Allah bagaimana pun beratnya?
Ismail adalah pemuda yang dengan lantang dan tegar mengambil sikap atas permintaan ayahnya, “Wahai anakku, aku telah bermimpi, aku menyembelihmu. Bagaimanakah pendapatmu?”. Sebab mimpi seorang nabi pasti benar dan wahyu.
Anak muda yang bernama Ismail itu menjawab di atas keyakinan, “Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan menemukanku sebagai bagian dari kaum yang bersabar.” Subhanallah.
Atau, mampukah kita berpendirian dengan sabar dalam menghadapi godaan syahwatseperti Nabi Yusuf: seorang anak muda yang menjadi teladan kaum muda setelahnya? Berpisah dengan orang tua dan kerabat, diperjual-belikan sebagai seorang budak sahaya, digoda dan dirayu untuk tunduk kepada seorang wanita cantik lagi memiliki kedudukan. Semuanya telah disiapkan serapi dan serahasia mungkin, namun Yusuf berpaling dan menolaknya.
Atau, tidakkah terbesit di dalam semangat kita untuk menjadi seorang pemuda semacam Abdullah bin Abbas: seorang pemuda yang giat dan tekun dalam olah ilmu agama? Ia meninggalkan lingkungan kehidupan muda dan menggantinya dengan berpindah dari satu rumah sahabat nabi ke rumah sahabat nabi lainnya untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi. Bahkan pernah suatu waktu beliau tertidur di depan pintu rumah seorang sahabat hanya untuk bersabar menanti sang sahabat keluar dan memperoleh sebuah riwayat hadits.

Seharusnya kata-kata Ibnu Abbas menggoncangkan dada kita, “Akulah yang seharusnya datang menemui anda”, saat sahabat tersebut mengatakan, “Kenapa anda, wahai anak paman Rasulullah, tidak menyuruh seseorang kepadaku? Akulah yang akan menemuimu.”
Atau, engkau, wahai sahabat muda, hendak mencontoh Zaid bin Tsabit: seorang anak muda yang ditunjuk oleh Khalifah Abu Bakr Ash Shidiq untuk mengumpulkan dan menghimpun ayat-ayat Al Qur-an menjadi satu, sebuah tugas berat yang berakhir dengan keberhasilan. Tugas yang dilaksanakan dengan baik oleh Zaid bin Tsabit, padahal saat ia menerimanya, Zaid mengatakan, “Demi Allah, seandainya aku ditugaskan untuk memindahkan gunung besar, itu bagiku masih lebih ringan daripada mengumpulkan ayat-ayat Al Qur-an menjadi satu.”
Atau, kita bisa seperti Usamah bin Zaid: seorang pemuda yang belum genap berusia 20 tahun dan telah dipercaya oleh Rasulullah untuk menjadi seorang panglima perang. Padahal di tengah-tengah pasukan tersebut terdiri dari kalangan sahabat yang turut dalam perang Badar—sahabat-sahabat tua dan senior.
Ya Allah, karuniakanlah kepada kami dan sahabat-sahabat kami—kaum muda di masa ini—kaum muda yang cinta beragama, cinta kepada Allah dan Rasulullah. Berikanlah kami kesempatan untuk menjadi bagian terdepan dalam barisan pembela agamaMu dan nabiMu.

0 komentar:

Post a Comment

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net